Lama sudah kiranya saya tidak menulis, BAH! Salah! Mengertik! Eh, MENGETIK!
Tah!
Tentang apa ya kiranya enak dituliskan? anyink, diketikkan, disini!
Oh, iya, kemarin itu tanggal 10 Juli 2014, sekarang tanggal 11 Juli 2014,
besok 12 Juli 2014 jika kamu cukup pintar sudah barang tentu bisa menebak
tanggal berikutnya. Nah, yang akan saya ceritakan adalah tanggal (sebentar liat
tanggal dulu). Aduh, tadi liatnya di hp, hpnya sialan, enggak ada hari
liburnya, enggak ada tanggal merah, anyink! Sehebat-hebatnya smartphone, tetep
aja kerenan kalender!
Menurut kalender, tanggal 28 dan 29 Juli 2014 itu hari libur, padahal itu
hari senin dan selasa, lalu kenapa bisa libur? Ya, KAMU PINTAR!
Oke, kembali ke topik, topiknya adalah tanggal 10 Juli 2014. Kenapa? Itu
tanggal keramat? Bukan! Itu adalah hari dimana saya absen kerja karena sakit,
sakit apa? Sakit yang mengharuskan saya absen dari kerja. Kenapa saya harus
absen? Eh, absen itu artinya apa? Absen itu artinya ketidakhadiran pada suatu
rutinitas yang berjalan sebagaimana mestinya pada suatu intuisi atau lembaga,
njir! Keren kan bahasa aink? Iyalah, secara
saya lulus kuliah dengan waktu yang pas. Pas duit abis, pas diputusin pacar,
pas memang seharusnya saya lulus dengan atau tanpa predikat cumlaude, ingat, CUMLAUDE,
bukan CUMSHOT! FIKTOR!
Hari itu adalah hari Rabu, dimana saya memang masuk kerja seperti biasanya,
memakai kemeja, sepatu, seragam, bawa dompet yang ada uang dua ribuan di
dalamnya kira-kira ada enam lembaran lah. Dan, hari itu, saya mengantuk, sangat
mengantuk, karena apa? Karena semalaman saya di jalan, ngapain? Pulang, ke
kosan, dari rumah, loh kok pulang? Kalau dari rumah ke kosan dinamakan pulang,
lalu apa namanya kalau dari kosan pergi ke rumah? Ya sudah, kita namakan
bepergian dari tempat asal yang bukan rumah asal menuju ke rumah pribadi,
apartemen pribadi, kandang pribadi, atau terserah bagaimana kalian menyebutnya,
kita akan namakan itu adalah pulang. Oke? Oke!
Malam itu, adalah tanggal 9 juli menuju ke tanggal 10 juli 2014, saya dan
Margo (teman satu kost yang saya ajak ke rumah, bukan untuk dikenalkan sebagai
calon menantu, NO! Karena saya emang sudah punya calon menantu yang tepat untuk
orang tua saya, namanya Vera, cantik enerjik, pintar nyanyi tapi gak pintar
bikin bom, jangan lah, repot). Pada perjalanan menuju kamar kost yang saya sewa
seharga 400ribu, waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh lewat beberapa menit,
saya berhenti di sebuah lembaga pendidikan, karena harus, harus berhenti karena
ada janji, dengan si (kita panggil saja) Bapak Mamat Keramat yang punya akses
membuka pintu sekolah karena dia salah satu pemilik dari beberapa pemilik yang
beranggapan begitu, itulah dia, seorang guru multimedia, yang mengajak saya
bekerja sama untuk bisa kerja sama dia, di sekolah itu, sebagai guru, guru multimedia.
Tibalah disana pukul sepuluh, mungkin, tepatnya diperkirakan begitu. Saya
ucapkan salam. “Salaaaaam” tapi itu baru dari hati, karena saya lupa, saya
ragu-ragu, apakah si Pak Mamat ini muslim? Ternyata benar dia muslim, terlihat
dari plang sekolah yang bertuliskan “SMK Nurul Huda” ya, itu cukup untuk
membuktikan bahwa dia itu muslim.
Terlihat si Pak Mamat di ruang guru sedang duduk manja pada kursi plastik
yang ada sandarannya, sambil merokok, sambil senyum liat saya, saya gak balas
senyumnya, karena takut, takut dia tertarik senyum saya, terus dia ngajak
jadian, ah, enggak mau lah!
“Assalamualaikum” saya ucap salam, pertanda saya adalah tamu yang
mengunjunginya. “Waalaikumsalam” jawab dia, sambil terus senyum, senyum genit,
ah apalah.
“Ka lebet Pak” dia menyuruh saya masuk, itu artinya. “Muhun Pak” jawab
saya, artinya “Iya Pak”.
Setelah dipersilakan masuk, akhirnya kita mulai mengobrol, saya, Pak Mamat
dan si margo yang rambutnya sudah galing sejak lahir.
Beberapa puluh menit kami mengobrol, terdengar gemericik hujan di luar
ruangan. Saya cek keluar ruangan, ternyata memang benar itu suara gemericik
hujan, hujan air, air dari langit, Subhanallah, keren!
Hujan terus melanda, kami terus berbincang, membicarakan segala macam hal,
dari mulai pendidikan, ekonomi, curhat dan lain sebagainya hingga waktu tak
terasa menunjukkan pukul dua belas lewat enam puluh menit dan hujan masih terus
gemericik, namun kami harus melanjutkan perjalanan, akhirnya kami pamit
meninggalkan Pak Mamat yang sepertinya kecewa kami tinggalkan, itu terlihat
ketika dia bilang “Kamana atuh, karak geh jam sabaraha?” artinya, “mau kemana,
baru juga jam berapa?” dalam hati saya, si Pak Mamat ini goblognya dibuat-buat
untuk apa? Memang jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam itu tidak dapat
menjelaskan bahwa malam memang sudah terlarut gelap? DAMN!
Pergilah kami dari lembaganya Pak Mamat yang terlihat murung kami
tinggalkan, biarin.
Hujan gerimis, hujan atau gerimis? Apakah beda? Mmmm, terserah. Saat itu
hujan turun sebesar titik-titik seperti ini ......
Saya memacu sepeda motor dengan cara mengepalkan tangan pada stang motor
sebelah kanan yang dibuat sebagaimana mestinya sebagai control motorik pada
sebuah sepeda motor.
Hujan menjadi semakin deras, kami hujan-hujanan, basah kuyup, akhirnya kami
mampir di sebuah warung, dan mengecek isi dalam tas masing-masing, rupanya
tidak ada yang hilang, Alhamdulillah, akhirnya saya memutuskan untuk
memindahkan isi dalam tas saya yang berisi baju kering yang habis dicuci oleh
Ibu, terima kasih Ibu, maaf masih merepotkan sampai saya sebesar ini.
Setelah pengecekkan selesai, kami melanjutkan kembali perjalanan. Pada
hujan yang deras, pada hujan yang tidak mau kompromi pada kesehatan kami, pada
hujan yang membuat kami basah namun tidak melunturkan jati diri kami sebagai
laki-laki.
Kira-kira pukul 02.00 WIB tanggal 10 Juli 2014, tibalah kami di kamar kost
yang masih tetap dengan harga 400ribu meskipun kami basah kuyup. Lalu bersalin
lah kami, eh, maksudnya ganti baju, dengan yang keren dan kering. Lalu kami
makan sahur bersama dengan tidak melakukan kegiatan suap-suapan seperti
sepasang pengantin, biarlah nanti saya saja yang berlaku begitu pada calon
istriku yang bernama Vera, yang cantik, yang baik, yang sudah mau-maunya
mencintaiku dengan sepenuh hati, padahal saya tidak demikian, tapi lebih
daripada bagaimana dia melakukan itu.
Setalah ritual makan sahur selesai, saya mandi, minum obat kuat, yang
menguatkan daya imun dari berbagai penyakit flu.
Setelah itu saya tidur.
Lalu bangun.
Lalu tidak mandi, karena sudah dilakukan pukul empat tanggal 10 juli 2014.
Lalu pergi bekerja, biar apa? Biar dapat rejeki, untuk? Melamar kekasih
pujaan.
Tibalah di kantor, berdoa, dan menyalakan komputer, memulai pekerjaan
dan...
Inilah, kenapa saya absen!
SAYA MENGANTUK!
Mengantuk yang betul-betul mengantuk, kepala pusing, jalan sempoyongan.
Dan akhirnya.
“Mas??” itu panggilan kakak kepada supervisor saya di kantor dengan maksud
memanggilnya untuk dapat menandatangani surat izin untuk pulang dari kantor
dengan alasan mengantuk. Eh, SAKIT!
“Mas, saya mohon izin untuk pulang, saya gak enak badan, tidak dapat
melanjutkan pekerjaan” saya berkata begitu. Dia jawab dong dengan senyumnya
“Kenapa, sakit? Ya sudah sini surat izinnya”.
Ditandatanganilah surat izin tersebut, lalu saya pulang ke kamar kost yang
lagi-lagi tidak turun harga dari harga awal 400ribu, SHIT!
Lalu saya pulang.
Lalu saya tidur.
Di kosan.
Yang harganya 400ribu.